TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Hun Sen menegaskan, dirinya akan terus memimpin Kamboja hingga 10 tahun lagi.
"Saya sudah menyatakan bahwa saya akan terus menjadi perdana menteri tidak kurang dari 10 tahun. Pada 2028 saya akan pensiun, " kata Hun Sen seperti dilansir Phnom Penh Post, Kamis, 8 Maret 2018.
Baca: PM Hun Sen Tolak Dialog dengan Oposisi yang Diberangusnya
Hun Sen menyiratkan tentang pemerintahannya akan meluas bahkan melebihi periode itu dalam pidatonya kepada buruh pabrik pada Rabu, 7 Maret 2018.
"Tujuannya adalah untuk menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas pada tahun 2030. Pada saat itu saya masih mampu," tegasnya, seperti dilansir Phnom Penh Post pada 8 Maret 2018.
Perdana Menteri yang telah berkuasa 30 tahun itu kemudian mengucapkan terima kasih kepada para pendukungnya yang selalu mendoakannya agar dia bahagia dan berumur panjang.
Baca: Ngomong Kasar, Hun Sen Akan Dikonfrontasi Australia
Dia juga meminta agar warga Kamboja memberikan suaranya untuk Partai Rakyat Kamboja atau CPP dan membantu dirinya tetap berkuasa.
Namun, Hun Sen menuai kritik tajam setelah membubarkan partai oposisi yang selama ini menjadi saingan terketatnya. Partai Penyelamatan Nasional Kamboja atau CNRP dibubarkan secara paksa pada November tahun lalu.
Pendiri CNRP dan saingan utamanya, Sam Rainsy juga telah dikriminalisasi, sehingga menutup peluangnya untuk mencalonkan diri menjadi perdana menteri Kamboja.
Setelah menyapu bersih kursi pada pemilu legislatif 25 Februari 2018, CPP mencoba meyakinkan masyarakat soal keuntungan satu partai berkuasa dan mayoritas. CPP menceritakan kesuksesan Cina sebagai contohnya.
Baca: Hun Sen Ancam Perang Saudara Jika Partainya Kalah Pemilu
Pemilu Kamboja yang diikuti oleh empat partai, dimenangkan CPP dengan mendapat 58 kursi dari total 62 kursi yang diperebutkan. Dengan raihan ini, maka CPP hampir dipastikan mengendalikan banyak sektor di Kamboja dan meningkatkan jumlah kursi di Dewan Nasional.
Setelah partainya dibubarkan, Sam Rainsy memperingatkan Hun Sen yang akan bernasib sama dengan Robert Mugabe yang dilengserkan lewat kudeta militer tak berdarah dan partai berkuasa di Zimbabwe yang dia dirikan berbalik melawannya.